Proses perjalanan hidup yang kita jalani saat ini, tidak jauh berbeda dengan proses roda yang berputar, terkadang berada diatas terkadang juga berada dibawah. Prosesnya tidak bisa diprediksi dengan pasti, kapan saatnya diatas kapan saatnya dibawah. Ketika proses perputaran membawa pada posisi diatas maka kita akan merasa senang dan bahagia tentunya, namun ketika proses membawa pada posisi dibawah rasa tidak senang dan kecewa membuat kita menderita. Permasalah hidup adalah salah satu yang tidak bisa ditampik oleh siapapun, bahkan semua insan yang berada didunia ini juga tidak akan pernah mampu menghindarinya. Masalah merupakan suatu beban hidup dan beban hidup adalah penderitaan, meskipun masalah juga tidak tidak bisa ditentukan bobot maupun besar dan kecilnya. Terlebih kita ini merupakan bagian dari makhluk sosial, yang artinya kita akan selalu tetap menjalani hidup dalam interaksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Selama masih melakukan hubungan interaksi masalah sudah pasti akan muncul, dengan kita merasakan dan menyadari adanya masalah itu artinya kita masih hidup.
Namun dalam pandangan Dhamma, masalah seperti apapun itu apabila seseorang mampu mengolahnya menjadi positif maka semuanya akan menjadi baik, dengan artian upaya menetralkan atau menseimbangkan fenomena kondisi yang dirasakan. Faktor utama yang menjadi penentunya adalah bagaimana kemampuan seseorang mengoptimalkan pikirannya dalam menyikapi untuk menerima dan merelakan kenyataan yang ada. Ingatlah selalu bahwa, Yam kinci samudaya dhammam sabbam tam nirodha dhammam; apapun yang muncul semua itu pasti akan berlalu (S.N 56.11). Mengapa semuanya akan berlalu?, karena kondisi seperti apapun itu, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan (*Untung-rugi, kekuasaan-non kekuasaan, dicela-dipuji, kegembiraan-kesengsaraan; atthaloka dhamma, A.IV.157) semuanya itu tidaklah pasti. Hukum Tilakkhana (tiga corak umum) selalu ada pada setiap kondisi kehidupan, dimana yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan tidak akan pernah dapat dipertahankan sebab didalam selalu ada Anicca (ketidak kekalan), dukkha (tidak memuaskan) dan anatta (tiada inti). Ketika berkumpul dengan orang yang kita sayangi dan cintai, maupun yang dibenci, berpisah dengan orang-orang yang disayangi dan cintai, semuanya juga anicca dukkha dan anatta. Oleh sebab tiga corak umum inilah, mengapa Buddha mengajarkan agar kita harus berusaha untuk dapat menerima dan merelakan realita kenyataan yang ada. Menolaknya hanya akan menambah beban dan derita, lari dari kenyataan juga tidak akan menyelesaikan. Disinilah kita harus belajar untuk merenungkan bahwa, sesulit apapu, sekeras apapun dan seberat apapun, belajarlah untuk menerima realita kenyataan yang ada dan bersyukur atas apa yang sudah ada. “Seperti halnya sebuah sungai yang airnya jika dibendung, ketika air tertahan maka tekanan dan dorongan akan semakin kuat mendorong bendungnya, namun jika air sungai tidak dibendung maka air tersebut akan mengalir sebagaimana adanya, dan tekanan maupun dorongan air akan berjalan alami”.
Jalani hidup sebaiknya bukan sebenarnya, yang artinya kebenaran hidup itu memanglah selalu dipenuhi oleh ketidak puasan dan derita. Karenanya bergegaslah untuk menjalani hidup dengan cara sebaiknya, sebaiknya jangan lagi menambah sesuatu yang dapat membuat ketidak puasaan, kekecewaan, beban derita semakin lagi bertambah. Sebaiknya mengawasi, mengontrol dan mengendalikan segala sesuatu mulai dari aktivitas yang dijalani melalui cara dhamma; selalulah untuk waspada dalam berpikir; karena pikiran itu adalah pembentuk, pencipta, pelopor pada segala sesuatu (Dpd. Yamaka Vagga. I-I), janganlah selalu menuruti dan mengikuti keinginan nafsu indriya, sebab ketika kita mengikuti dan menurutinya maka ketidak puasan akan kita rasakan, ibarat ketika kita meminum air asin/ garam rasa dahaga pun tidak akan hilang. Dengan memiliki pikiran baik dan bijak, tentu akan berperan dalam membangun sikap yang penuh kesabaran, dengan adanya kesabaran maka ketenangan/ keseimbangan akan benar dapat terwujud baik. Bangunlah kontrol diri dengan cara meningkatkan kualitas moralitas, moralitas memiliki peranan penting dalam mengendalikan ucapan maupun perbuatan yang akan kita perbuat. Perbuatan atau perilaku salah, yang tidak memiliki rasa malu dan takut akan berdampak pada pencemaran hidup, baik untuk internal (batin) maupun eksternal (masyarakat). Dengan lagi didukung selalu berupaya untuk merelakan sesuatu yang dimiliki (bermurah hati), terlebih adalah sesuatu yang disayangi/ dilekati merupakan satu proses pendukung dalam menyempurnakan proses belajar menghadapi realita hidup yang penuh ketidak pastian ini, dampaknya juga akan berpotensi pada pengembangan karakter maupun kepribadian diri yang mampu memaafkan tanpa harus diminta, rendah hati/ tidak sombong dan penuh kasih.
Pendekatan pada dhamma akan memberikan kesederhanaan, kemudahan, ketenangan dan kedamaian. Karena prinsipnya dhamma adalah sang jalan, yang akan memudahkan perjalanan yang akan kita tempuh.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta,
Semoga Semua Makhluk turut berbahagia,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…
Oleh : Bhikkhu Aggacitto

